sekali du kali menyisir gelisah
pada risau anak dara dalam buaian ayah
mendung mega siratkan resah
menilik riak adakah merayu rupa
semu
dalam negeri jiwa-jiwa terserak
satu dibabat seribu merambat
teriak anak-anak memekak
tangis merebak
membanjiri
merah menjilat-jilat udara sekitar
malam pekat tak lagi gelap
segenap raga tak berjiwa
berhamburan
berteriak lantang tak beraturan
pecah
bumi getar, alam muntah
segala ruah, dada debar
tak sadar ragaku ikut kumpulan
tak sanggup teriak, hanya nafas
tak beraturan
mau kemana langkah
sampai lemah lelah
tak ada liang tuk merebah
hanya gerimis di kantung mata
di depan dua gerbang
pun masih terkunci
:apa harus pergi dulu ke neraka dan surga untuk tahu bahwa saat ini sudah terlambat untuk kembali
Selasa, 16 Maret 2010
Tak Berjudul, Untukmu
tak jua kau merapal
sisa-sisa derita bengal
entah pupus atau harus kusemai kembali
segala butir yang masih tersimpan rapi di sudut gigil
ada gelak kala kudengar geli
mungkin hati sudah terkait kail
:kala ku sadar di mega kau lukiskan kembali angan yang terhalang ribuan pagi
sisa-sisa derita bengal
entah pupus atau harus kusemai kembali
segala butir yang masih tersimpan rapi di sudut gigil
ada gelak kala kudengar geli
mungkin hati sudah terkait kail
:kala ku sadar di mega kau lukiskan kembali angan yang terhalang ribuan pagi
Satu-Tiga
Satu-Tiga
takkan bisa memadu rasa
sama-sama menanak duka
itu kutuk, kata bunda
sedang kau tutup telinga dan mata
semula angin berlalu tak meninggalkan jejak
lantas kembali mengobrak-abrik tanak
jangan sampai kau beranak
atau sesak kuliti beranak
Satu-Tiga
harusnya kau putuskan rantai itu
sedepa langkah yang lalu
o, waktu, binasakan saja arahmu!
takkan bisa memadu rasa
sama-sama menanak duka
itu kutuk, kata bunda
sedang kau tutup telinga dan mata
semula angin berlalu tak meninggalkan jejak
lantas kembali mengobrak-abrik tanak
jangan sampai kau beranak
atau sesak kuliti beranak
Satu-Tiga
harusnya kau putuskan rantai itu
sedepa langkah yang lalu
o, waktu, binasakan saja arahmu!
Sungguh, Ini Bukan Basa-Basi
: Pada rahim malam hamba mengadu
jejak hamba menimang bulan
dalam rantauan selaksa kisah
sejak jaka meminang puan
sedalam tuaian membuai resah
membual desah
oh, lara yang tiada berujung
sempurnalah mati dalam hidup
detik-detik rekat bagai pekat yang pecah
semburat sinar rembulan
dingin menusuk jantung hati hamba
hangat pun tak sudi menyulam tiap detaknya
mengiba hamba padamu, rahim malam
ke manakah tuan yang menggaris semesta
menggambar peta titik-titik nista
buta hamba tak terarah
timangan hamba terasa memikul badai
goyah di tiap ketukan kaki
ke manakah tuan yang meniup sukma
hirup satu-satu rasa hambar
sempurnalah hidup selubung mati
ini raga tak kenal jiwa
ini jiwa tak sapa raga
oh, lara yang tiada berujung
menimang bulan
menapak kisah
mencari tuan empunya kasih
telan aku bulat-bulat kembali ke rahimmu, malam
kurasa tlah bersemayam dalam gelapmu
kn kukembalikan bulan milikmu
berikan tuan kembali ke pelukku
jejak hamba menimang bulan
dalam rantauan selaksa kisah
sejak jaka meminang puan
sedalam tuaian membuai resah
membual desah
oh, lara yang tiada berujung
sempurnalah mati dalam hidup
detik-detik rekat bagai pekat yang pecah
semburat sinar rembulan
dingin menusuk jantung hati hamba
hangat pun tak sudi menyulam tiap detaknya
mengiba hamba padamu, rahim malam
ke manakah tuan yang menggaris semesta
menggambar peta titik-titik nista
buta hamba tak terarah
timangan hamba terasa memikul badai
goyah di tiap ketukan kaki
ke manakah tuan yang meniup sukma
hirup satu-satu rasa hambar
sempurnalah hidup selubung mati
ini raga tak kenal jiwa
ini jiwa tak sapa raga
oh, lara yang tiada berujung
menimang bulan
menapak kisah
mencari tuan empunya kasih
telan aku bulat-bulat kembali ke rahimmu, malam
kurasa tlah bersemayam dalam gelapmu
kn kukembalikan bulan milikmu
berikan tuan kembali ke pelukku
Minggu, 14 Maret 2010
Sebait Janji yang (mungkin) Terwujud
: kau yang merasa mencuriku
ladangku berteriak ingin dibajak
ini tanda setujuku, materai dan lingkar di kiri telah kutanggalkan
sabit di langit menjadi saksi derai
Bilakah nafasmu mematri gulanaku?
ladangku berteriak ingin dibajak
ini tanda setujuku, materai dan lingkar di kiri telah kutanggalkan
sabit di langit menjadi saksi derai
Bilakah nafasmu mematri gulanaku?
Yang Datang Setelah Kepergianmu
:Sesaat setelah kau berlalu dan cahaya itu hilang dari genggam tanganku
sendiri ku di bawah payung wan mendung lalu
gemuruh suara kudengar gegap gempita
dari mulut langit
hatiku seketika terlonjak dari kediamannya
gigil mendera begitu hebat
taufan dan tetes air menghujaniku
teramat dahsyat
menghampiri aku kala aku lelah
susah payah menggenggam(nya)
lalu hilang bersama kepergian kekasih duniaku
sungguh datang dari sebelah utara, atau selatan
entah..
tiba-tiba merangkulku
siapakah aku ini hingga dilingkupi aku
dengan teduh pelukan
tak peduli betapa kotornya aku berkubang
jiwaku yang lesu dan mengidap kerontangan disegarkan
aku pulih
-cahaya ini nyata-
sukmaku bergetar
sendiri ku di bawah payung wan mendung lalu
gemuruh suara kudengar gegap gempita
dari mulut langit
hatiku seketika terlonjak dari kediamannya
gigil mendera begitu hebat
taufan dan tetes air menghujaniku
teramat dahsyat
menghampiri aku kala aku lelah
susah payah menggenggam(nya)
lalu hilang bersama kepergian kekasih duniaku
sungguh datang dari sebelah utara, atau selatan
entah..
tiba-tiba merangkulku
siapakah aku ini hingga dilingkupi aku
dengan teduh pelukan
tak peduli betapa kotornya aku berkubang
jiwaku yang lesu dan mengidap kerontangan disegarkan
aku pulih
-cahaya ini nyata-
sukmaku bergetar
Yang Hilang Bersama Kepergianmu
: seseorang
Kanda yang menunjuk ke arahku
ini waktuku
Aha... beranjak aku padamu
Kubawa Tuhan di saku kananku
kau memintaku untuk mencarinya
di kolong-kolong mendung
sejak perpisahan kita, detik yang retak itu
ini kau, kanda
Tuhan kini ada dalam genggaman tangan kecilku
tersodor dengan gemetar ke wajahmu
mengapa berpaling, kanda?
susah payah aku mencari Tuhan
kubawa padamu
kini kau palingkan wajahmu dariku
-dari tangan yang menggenggam Tuhan-
Tuhan pun lenyap bersama dirimu
yang tiba-tiba menjauh dariku
Kanda yang menunjuk ke arahku
ini waktuku
Aha... beranjak aku padamu
Kubawa Tuhan di saku kananku
kau memintaku untuk mencarinya
di kolong-kolong mendung
sejak perpisahan kita, detik yang retak itu
ini kau, kanda
Tuhan kini ada dalam genggaman tangan kecilku
tersodor dengan gemetar ke wajahmu
mengapa berpaling, kanda?
susah payah aku mencari Tuhan
kubawa padamu
kini kau palingkan wajahmu dariku
-dari tangan yang menggenggam Tuhan-
Tuhan pun lenyap bersama dirimu
yang tiba-tiba menjauh dariku
Tentang Selembar Kertas yang Sudah Penuh
: seseorang
Bilang padanya, aku tak pernah mencintainya, begitu juga kau. Bahwa aku hanyalah selembar kertas yang cukup kau corat-coret dengan pena tinta merah, semerah darah hatiku. Selembar kertas. Tidak lebih. Tidak kurang
Yang sudah penuh, yang tak bisa lagi dibaca, atau bahkan diraba apa yang tertuang. Lembar depan dan lembar belakang. Coba kau lihat. Masih adakah ruang untuk kau tinggalkan setitik lagi tintamu?
Tak ada lembar lain untukmu...
Mungkin dia???
Bilang padanya, aku tak pernah mencintainya, begitu juga kau. Bahwa aku hanyalah selembar kertas yang cukup kau corat-coret dengan pena tinta merah, semerah darah hatiku. Selembar kertas. Tidak lebih. Tidak kurang
Yang sudah penuh, yang tak bisa lagi dibaca, atau bahkan diraba apa yang tertuang. Lembar depan dan lembar belakang. Coba kau lihat. Masih adakah ruang untuk kau tinggalkan setitik lagi tintamu?
Tak ada lembar lain untukmu...
Mungkin dia???
Jelang Petang
ceracap berdenting berdentang
menghantar beragam karang bunga berkalung petang
di ujung pedang
darah tak terhalang turun ke liang
pada hamba tuan tuan bertandang
segenap luruh harap terbentang
bergegaslah tuan tuan hengkang
singgasanaku luang raja berpulang
pun hati tetap berpalang
hamba bukan dara jalang!
menghantar beragam karang bunga berkalung petang
di ujung pedang
darah tak terhalang turun ke liang
pada hamba tuan tuan bertandang
segenap luruh harap terbentang
bergegaslah tuan tuan hengkang
singgasanaku luang raja berpulang
pun hati tetap berpalang
hamba bukan dara jalang!
Senin, 08 Maret 2010
Elegi Ketan Hitam
Aku muncul tiba-tiba
dalam bedengan tanam kamu dan dia
tiada salahku terhadir di antara rerumpunmu
pun tak mengapa dirimu
rengkuhkan dahanmu padaku
ketan hitam, manis, memabukkan
mereka datang mencariku
sembunyi aku di antara bayang dirinya
terlanjur cinta
jangan biarkan aku tersisih
ah... tetap kamu di sana
kau tak peduli lagi
lepas ajiranmu dariku
bayangnya sudah bergeser
tak bisa lagi tuk sembunyi
baiknya kutampakkan saja diriku
merela diri hadapi jika dipilah
dalam bedengan tanam kamu dan dia
tiada salahku terhadir di antara rerumpunmu
pun tak mengapa dirimu
rengkuhkan dahanmu padaku
ketan hitam, manis, memabukkan
mereka datang mencariku
sembunyi aku di antara bayang dirinya
terlanjur cinta
jangan biarkan aku tersisih
ah... tetap kamu di sana
kau tak peduli lagi
lepas ajiranmu dariku
bayangnya sudah bergeser
tak bisa lagi tuk sembunyi
baiknya kutampakkan saja diriku
merela diri hadapi jika dipilah
(mem)batu
sekali lagi batu
begitu keras di lembutnya sapamu
tetap padat di luangnya waktu
salah sendiri sihir cinta
aku terpanah tapi tak tergoda
penuh. liat bak bejana kau bentuk
segala rupa berat ringan besar kecil
meledak-ledak pada kebekuan
percik-percik air tak mampu cairkan
tetap membatu.
begitu keras di lembutnya sapamu
tetap padat di luangnya waktu
salah sendiri sihir cinta
aku terpanah tapi tak tergoda
penuh. liat bak bejana kau bentuk
segala rupa berat ringan besar kecil
meledak-ledak pada kebekuan
percik-percik air tak mampu cairkan
tetap membatu.
Galau Rerindu
belaian dingin bayu pagi di wajahku
suguhkan imaji
gemulai pepikir saat kedua mata terpejam
melodi fajar meliuk-liukkan bayang-bayang dirimu
dalam khayal yang selalu mengikutiku
ikut menari tarian rindu pada dirimu
bergelut dalam pekat mencari cahaya
sejak melam mengikatmu hening
-tak ada aku di sana-
suguhkan imaji
gemulai pepikir saat kedua mata terpejam
melodi fajar meliuk-liukkan bayang-bayang dirimu
dalam khayal yang selalu mengikutiku
ikut menari tarian rindu pada dirimu
bergelut dalam pekat mencari cahaya
sejak melam mengikatmu hening
-tak ada aku di sana-
Tentang Keping Hati
Suatu Masa
: malaikatku, penakluk hatiku
Kau datang saat aku tengah berkemas
memilah dan memilih musim yang akan ujelang
kau datang bersama angin
tapi tak kurasa hembusannya
melumat waktu
itu yang kau lakukan, lembut
pun detik terhenti''kita bergelora
beradu dalam kesementaraan waktu
ia-mu, seketika
menarikmu dariku
tinggalkan aku dalam labirin tak berpintu
tergugu ku?
pada waktu yang terbahak menertawakanku
bebas dari detik yang terhenti
kisi waktu tak bercelah
mengapa jeda itu pisahkan dua hasrat
dan hei,
mengapa dadaku bolong, terasa nafas sang angin
sekejap mata mencari dirimu,
bukan, bayangmu tepatnya
tak bisa ku menahan tawa dan air mataku
hatiku kaubawa di tangan kananmu
sementara tangan kirimu ditarik pasungnya
guling-guling ku terbahak dan menangis
gelepar di antara jiwa yang sedang gila
merana
seperti itulah aku ketika kau tak lagi di sisi
mengenalmu adalah anugerah dalam setiap hela nafas baruk
tak ada kekuatan apapun yang bisa menyalahkan hatimu dan hatiku untuk bersatu
tidak juga ia yang telah lebih dulu mentahtakan dirimu di singgasana hatinya
kau penakluk hatiku
begitulah nyata
dalam setiap detik waktu bergulir
kaulah orangnya
namun tak lagi begitu
kini tetap semua berjalan
sediakala
kau dengannya
aku tetap sendiri
memang tak ada yang bisa menebak akhir dari rancanganNya bukan?
meski kita berkilah sembunyi dariNya
tetaplah Ia tuntun kita ke jalan yang seharusnya kita jalani
dan tentu Dia tetap menyatukan kita dengan kasihNya bukan
melebihi apapun
maaf bila aku tak bisa datang
tidak, bukan karena aku tak kuat
namun, dia takkan senang melihat wajahku
yang katamu seperti malaikat ini, di sana
wajar
kebencian telah mendarah daging di nadinya
meski beribu maaf aku haturkan
takkan luluh hatinya untuk berjabat tangan denganku
tidak...
berhantilah menyalahkan diri sendiri
masih? Menyesali telah membuatku jauh ke dalam lorong hatimu dan kehidupannya?
sudahlah, takkan berhasil mengubah keadaan
bukankah hasilnya hati kita telah menyatu
meski bukan raga kita yang berpadu?
tidakkah kau senang dengan kenyataan ini
tiada yang athu akan hari esok
namun tak ada yang salah jika kita tetap berbagi kasih
kasih yang tulus
ikhlas
kau... penakluk hatiku
tak ada yang bisa kuberi sebagai kado untukmu
doa adalah kado terbesar bukan?
bersama berlaksa-laksa malaikat di atas sana
aku akan selalu mendoakanmu (dan dia)
kembali merajut kasih yang hanya dari Dia
selalu berbahagia...
karena di sini aku
juga selalu berbaagia...
demi dirimu
meski emang perih,
tak apa....
: malaikatku, penakluk hatiku
Kau datang saat aku tengah berkemas
memilah dan memilih musim yang akan ujelang
kau datang bersama angin
tapi tak kurasa hembusannya
melumat waktu
itu yang kau lakukan, lembut
pun detik terhenti''kita bergelora
beradu dalam kesementaraan waktu
ia-mu, seketika
menarikmu dariku
tinggalkan aku dalam labirin tak berpintu
tergugu ku?
pada waktu yang terbahak menertawakanku
bebas dari detik yang terhenti
kisi waktu tak bercelah
mengapa jeda itu pisahkan dua hasrat
dan hei,
mengapa dadaku bolong, terasa nafas sang angin
sekejap mata mencari dirimu,
bukan, bayangmu tepatnya
tak bisa ku menahan tawa dan air mataku
hatiku kaubawa di tangan kananmu
sementara tangan kirimu ditarik pasungnya
guling-guling ku terbahak dan menangis
gelepar di antara jiwa yang sedang gila
merana
seperti itulah aku ketika kau tak lagi di sisi
mengenalmu adalah anugerah dalam setiap hela nafas baruk
tak ada kekuatan apapun yang bisa menyalahkan hatimu dan hatiku untuk bersatu
tidak juga ia yang telah lebih dulu mentahtakan dirimu di singgasana hatinya
kau penakluk hatiku
begitulah nyata
dalam setiap detik waktu bergulir
kaulah orangnya
namun tak lagi begitu
kini tetap semua berjalan
sediakala
kau dengannya
aku tetap sendiri
memang tak ada yang bisa menebak akhir dari rancanganNya bukan?
meski kita berkilah sembunyi dariNya
tetaplah Ia tuntun kita ke jalan yang seharusnya kita jalani
dan tentu Dia tetap menyatukan kita dengan kasihNya bukan
melebihi apapun
maaf bila aku tak bisa datang
tidak, bukan karena aku tak kuat
namun, dia takkan senang melihat wajahku
yang katamu seperti malaikat ini, di sana
wajar
kebencian telah mendarah daging di nadinya
meski beribu maaf aku haturkan
takkan luluh hatinya untuk berjabat tangan denganku
tidak...
berhantilah menyalahkan diri sendiri
masih? Menyesali telah membuatku jauh ke dalam lorong hatimu dan kehidupannya?
sudahlah, takkan berhasil mengubah keadaan
bukankah hasilnya hati kita telah menyatu
meski bukan raga kita yang berpadu?
tidakkah kau senang dengan kenyataan ini
tiada yang athu akan hari esok
namun tak ada yang salah jika kita tetap berbagi kasih
kasih yang tulus
ikhlas
kau... penakluk hatiku
tak ada yang bisa kuberi sebagai kado untukmu
doa adalah kado terbesar bukan?
bersama berlaksa-laksa malaikat di atas sana
aku akan selalu mendoakanmu (dan dia)
kembali merajut kasih yang hanya dari Dia
selalu berbahagia...
karena di sini aku
juga selalu berbaagia...
demi dirimu
meski emang perih,
tak apa....
Langganan:
Postingan (Atom)