Jumat, 27 Januari 2012

Aku Ingin Katakan

Aku ingin katakan, bukan dengan bibirku yang tak perlu memakai perona karena aliran darah begitu hebatnya dari kedalaman hatiku, memeriahkan mungilnya

Aku ingin katakan, bukan dengan bait-bait yang mendayu dari catatan nafasku yang tertinta di buku kecil di bawah bantal tempat tidurku

Hanya dari sini-lihatlah binar ini
Maka semua yang ingin kukatakan akan sampai ke hatimu

...ada kau di mataku
Mata hatiku

Selasa, 16 Maret 2010

Gerimis di Kantung Mata

sekali du kali menyisir gelisah
pada risau anak dara dalam buaian ayah
mendung mega siratkan resah
menilik riak adakah merayu rupa

semu

dalam negeri jiwa-jiwa terserak
satu dibabat seribu merambat
teriak anak-anak memekak
tangis merebak
membanjiri

merah menjilat-jilat udara sekitar
malam pekat tak lagi gelap
segenap raga tak berjiwa
berhamburan
berteriak lantang tak beraturan

pecah

bumi getar, alam muntah
segala ruah, dada debar
tak sadar ragaku ikut kumpulan
tak sanggup teriak, hanya nafas
tak beraturan

mau kemana langkah
sampai lemah lelah
tak ada liang tuk merebah

hanya gerimis di kantung mata
di depan dua gerbang
pun masih terkunci

:apa harus pergi dulu ke neraka dan surga untuk tahu bahwa saat ini sudah terlambat untuk kembali

Tak Berjudul, Untukmu

tak jua kau merapal
sisa-sisa derita bengal
entah pupus atau harus kusemai kembali
segala butir yang masih tersimpan rapi di sudut gigil
ada gelak kala kudengar geli
mungkin hati sudah terkait kail

:kala ku sadar di mega kau lukiskan kembali angan yang terhalang ribuan pagi

Satu-Tiga

Satu-Tiga
takkan bisa memadu rasa
sama-sama menanak duka
itu kutuk, kata bunda
sedang kau tutup telinga dan mata

semula angin berlalu tak meninggalkan jejak
lantas kembali mengobrak-abrik tanak
jangan sampai kau beranak
atau sesak kuliti beranak

Satu-Tiga
harusnya kau putuskan rantai itu
sedepa langkah yang lalu

o, waktu, binasakan saja arahmu!

Sungguh, Ini Bukan Basa-Basi

: Pada rahim malam hamba mengadu

jejak hamba menimang bulan
dalam rantauan selaksa kisah
sejak jaka meminang puan
sedalam tuaian membuai resah
membual desah

oh, lara yang tiada berujung
sempurnalah mati dalam hidup
detik-detik rekat bagai pekat yang pecah
semburat sinar rembulan
dingin menusuk jantung hati hamba
hangat pun tak sudi menyulam tiap detaknya

mengiba hamba padamu, rahim malam
ke manakah tuan yang menggaris semesta
menggambar peta titik-titik nista
buta hamba tak terarah
timangan hamba terasa memikul badai
goyah di tiap ketukan kaki

ke manakah tuan yang meniup sukma
hirup satu-satu rasa hambar
sempurnalah hidup selubung mati
ini raga tak kenal jiwa
ini jiwa tak sapa raga

oh, lara yang tiada berujung
menimang bulan
menapak kisah
mencari tuan empunya kasih

telan aku bulat-bulat kembali ke rahimmu, malam
kurasa tlah bersemayam dalam gelapmu
kn kukembalikan bulan milikmu
berikan tuan kembali ke pelukku

Minggu, 14 Maret 2010

Sebait Janji yang (mungkin) Terwujud

: kau yang merasa mencuriku

ladangku berteriak ingin dibajak
ini tanda setujuku, materai dan lingkar di kiri telah kutanggalkan
sabit di langit menjadi saksi derai
Bilakah nafasmu mematri gulanaku?

Yang Datang Setelah Kepergianmu

:Sesaat setelah kau berlalu dan cahaya itu hilang dari genggam tanganku

sendiri ku di bawah payung wan mendung lalu
gemuruh suara kudengar gegap gempita
dari mulut langit
hatiku seketika terlonjak dari kediamannya
gigil mendera begitu hebat
taufan dan tetes air menghujaniku
teramat dahsyat

menghampiri aku kala aku lelah
susah payah menggenggam(nya)
lalu hilang bersama kepergian kekasih duniaku
sungguh datang dari sebelah utara, atau selatan
entah..
tiba-tiba merangkulku
siapakah aku ini hingga dilingkupi aku
dengan teduh pelukan
tak peduli betapa kotornya aku berkubang
jiwaku yang lesu dan mengidap kerontangan disegarkan
aku pulih

-cahaya ini nyata-
sukmaku bergetar